Praktisi Komunikasi dan Dosen UI Bagus Sudharmanto (Photo: Istimewa)
JAKARTA, inifakta.co – Pemolisian Masyarakat (Polmas) kawasan pendidikan di Daerah Istimewa Yogjakarta merupakan gagasan segar yang patut dieksplor lebih jauh dalam menyikapi era digital yang notabene regenerasi digital era anak muda.
Tentu democratic policyng dalam ranah maya–selama ini lebih banyak dikembangkan di ranah nyata memerlukan upaya lebih spesifik.
Pendapat itu diungkapkan praktisi Komunikasi dan Dosen UI Bagus Sudharmanto, Minggu,(30/06/2024).
Menurut Bagus, setelah melihat forum kemitraan UGM peduli, diharapkan semakin menyeruak di ruang digital, sehingga bisa mengedukasi masyarakat maya,
Perlu diketahui, gagasan Pemolisian masyarakat (Polmas) kawasan pendidikan merupakan karya inovasi pelatihan kepemimpinan tingkat I angkatan 59 LAN RI yang melatar belakangi banyaknya korban akibat medsos dan kejahatan online.
Diantaranya, korban penipuan online, perjudian online, pinjaman online ilegal dan online online lainnya yang merenggut baik itu masyarakat sipil, ASN, TNI maupun Polri, papar Bagus
Program ini merupakan terobosan yang diakselerasi melalui program pelatihan kepemimpinan nasional tingkat 1 LAN RI dan Polri menyikapi transformasi digital yang sudah menjadi fasilitas belajar mengajar.
“Kejahatan online, jangan sampai pemanfaatan tranformasi digital yang salah di kawasan pendidikan”.
Kegiatan positif yang ditumbuhkan oleh generasi mahasiswa UGM peduli, diawali dengan bersih danau, pelepasan ikan, art theraphy, jagongan dengan Kapolda DIY dengan tema, “Membaca kembali budaya dan peradaban menghadapi perubahan sosial dalam transformasi digital”.
Di penghujung acara tersebut Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan bersama Forum UGM peduli secara simbolis melepas ikan di Danau Wisdom Park, Jumat, (28/6/2024).
“Konsep dari Polmas kawasan pendidikan bukan untuk menjadikan Polri, namun masyarakat mampu menjadi polisi untuk dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya,” kata Irjen Pol Suwondo Nainggolan.
Suwondo lanjut menjelaskan bahwa Polisi pada hakikatnya membangun budaya tertib edukasi. Konteks ini ngu wongke manusia sebagai manusia sehingga terwujud rasa aman dan damai.
“Kehadiran polisi apabila terpaksa harus menegakan hukum untuk menyelesaikan konflik secara beradab”, imbuhnya (bolas)